Member of Top Seratus

100 Blog Indonesia Terbaik

Rabu, 31 Maret 2010

MENCICIPI RASA DURIAN SEPANJANG MASA


FIGHT, GROW & WIN
DIDEDIKASIKAN UNTUK PESTA WIRAUSAHA 2010, DALAM RANGKA MILAD 4 TDA

Durian adalah buah-buahan musiman khas tropis dengan cita rasa dan aroma yang unik. Oleh sebab itu durian selalu dicari dan diburu, dikonsumsi dalam keadaaan segar. Rasa durian lebih disenangi di dalam es krim dan kue-kue. Biji durian yang direbus atau dibakar dimakan sebagai makanan kecil. Pucuk muda dan buahnya yang masih muda dapat dimasak untuk lalap. Kulit buah yang dikeringkan digunakan sebagai bahan bakar, terutama untuk mengasapi ikan.
Masalah utama pada pemasaran durian adalah tingkat daya tahan dan daya simpannya. Durian yang masak cepat sekali membusuk. Oleh sebab itu, saya tertarik untuk mengawetkannya tanpa mengurangi cita rasa dan aromanya yang khas.

Pengawetan metode basah telah jamak diketahui. Ruang pendingin bersuhu 15° C dapat memperpanjang daya tahan, buah durian selama 3 minggu, dan daging buah yang dibekukan secara cepat akan dapat mempertahankan rasanya selama 3 bulan atau lebih. Perjuangan pada pengawetan dengan metode basah ini terletak pada bagaimana cara memperpanjang masa awet ini menjadi lebih dari 3 bulan. Trial dan error harus dilakukan berkali-kali dan tidak ada literatur yang mendukung, karena orang sudah merasa puas kalau bisa mengkonsumsi buah durian itu dalam keadaan segar. Tidak perlu neko-neko.
Saya melakukan teknik pengawetan basah yang dapat mempertahankan cita rasa dan aroma durian selama kurang lebih 1 tahun, yaitu dengan mencelupkan buah durian segar kedalam suatu pelapis alami, lalu didinginkan sampai beku di dalam freezer. Memasukkan buah durian berpelapis alami ini ke dalam freezer adalah bentuk pendinginan cepat yang murah dan efisien. Bila durian beku ini mau dikonsumsi, maka durian beku ini tinggal dicelupkan dalam air panas sampai pelapis alami beku tersebut mencair. Kenapa dipilih pelapis alami? Pertama, sifat alamiahnya tidak akan mempengaruhi cita rasa dan aroma durian. Kalau kita menggunakan zat kimia, maka cita rasa dan aroma durian itu bisa berubah. Kedua, pelapis alami itu akan menempel kuat pada buah durian, sehingga bakteri pembusuk aerob tidak bisa berkembang dan fermentasi alkohol di dalam buah durian bisa dicegah - keawetan buah durian bisa dipertahankan tanpa menambahkan bahan-bahan kimia. Ketiga, pelapis alami itu mudah dicairkan (dengan air panas) sehingga tekstur buah durian itu tidak rusak – cita rasa dan aromanya tidak berubah. Dengan demikian, kita bisa mengkonsumsi buah durian segar sepanjang tahun (tidak tergantung musim).
Masalahnya banyak orang agak bosan dengan buah durian segar, maka variasi lain harus dicari.

Pengawetan kering adalah alternatif lain dalam penyajian buah durian yang lebih variatif. Pengawetan kering disini bukan sekedar diartikan sebagai membuat kue-kue kering rasa durian, tapi lebih dari itu, yaitu membuat keripik durian. Masalah utama sudah tentu terletak pada bagaimana cara mengeringkan buah durian segar itu tanpa kehilangan cita rasa dan aromanya yang khas. Sekali lagi, trial dan error harus dilakukan berkali-kali karena teknik pengeringan tradisional itu cuma menghasilkan durian kering yang alot (tidak renyah) dan susut cita rasa serta aromanya. Mengeringkan dengan menjemur di terik sinar matahari jelas tidak mungkin, buah durian itu akan rusak. Petani durian biasanya mengeringkan dengan teknik pengasapan, tapi hasilnya kurang bagus (alot (tidak renyah) dan mengubah cita rasa serta aromanya). Kalau tidak mungkin mengeringkan buah durian dengan jalan menaikkan suhu (dijemur atau diasapi atau dioven), maka satu-satunya jalan adalah mencoba memanfaatkan ilmu yang didapat di bangku sekolah. Saya mencoba menerapkan Hukum Fisika yang sudah dipelajari di SMP untuk teknik pengeringan yang murah dan efektif. Saya mencoba menerapkan Hukum Boyle-Gay Lussac dimana Tekanan (P) berbanding terbalik dengan suhu (T). Jadi kalau kita menginginkan buah durian itu kering, maka suhu atau temperatur harus dinaikkan, caranya adalah dengan menurunkan tekanan. Kalau saya menggunakan pompa vacum, maka udara bisa saya sedot pakai pompa vacum hingga tekanan akan turun, otomatis suhu atau temperatur akan naik (tanpa penjemuran atau pengasapan) dan buah akan kering alami.
Jatuh bangunnya adalah mencari tekanan minimum yang pas dan sesuai hingga tekstur buah durian itu tidak rusak. Tekanan kurang rendah akan menyebabkan tekstur buah tetap basah (kurang kering), tetapi kalau tekanan terlalu rendah, buah akan menggumpal dan alot (tidak renyah).
Masalah berikutnya adalah membuat buah durian kering itu dapat bertahan lama (tanpa pengawet). Satu-satunya jalan adalah digoreng. Nah, teknik menggoreng buah durian kering ini juga bikin pusing. Pertama, tekstur tidak boleh berubah (cita rasa dan aroma tidak boleh berubah). Kedua, durian goreng ini tidak boleh cepat tengik
Sekali lagi, melalui trial dan error, akhirnya didapat teknik penggorengan yang memenuhi semua prasyarat di atas (tekstur tetap baik dan hasilnya tidak cepat tengik), yaitu melalui dua tahap penggorengan, digoreng pada suhu minyak sedang, lalu langsung dimasukkan dalam minyak panas, ditiriskan sambil dihembus dengan kipas angin (tekanan udara diperbesar, maka suhu buah durian goreng itu akan turun dengan cepat). Kemudian buah durian goreng yang sudah mendingin ini dimasukkan dalam plastik kemasan, lalu divacum. Tujuannya mengeluarkan semua oksigen dari plastik kemasan, hingga tidak terjadi ketengikan. Buah durian goreng itu akan tetap renyah dan tahan lama (tidak cepat tengik).

Produknya kelihatan sepele, tapi pembuatannya cukup membuat jatuh bangun, berkeringat dan memeras otak, karena mengolah produk yang cepat busuk, tapi dituntut tidak mengubah rasa dan aromanya. Masalah berikutnya adalah pemasaran. Karena produk ini adalah produk makanan olahan, maka sample itu penting sekali dan promosi dari mulut ke mulut itu harus menjadi fokus utama. Kenapa? Karena produk makanan olahan itu menyangkut selera dan selera tidak bisa dikemas secara massal. Untuk dapat WIN, memenangkan pasar, maka kepuasan konsumen adalah segalanya (pemenuhan selera konsumen adalah taget utama saya dalam berpromosi).

Selasa, 30 Maret 2010

AGROWISATA DI PTPN VII - INVESTASI ATAU DIVESTASI?


PTPN VII berencana menyulap Kebun Afdeling Kalianda Unit Usaha Bergen menjadi daerah tujuan wisata baru di Lampung. Hanya saja, rencana ini nampaknya akan menemui banyak permasalahan. Misalnya, terkait dengan jarak tempuh dan buruknya sarana infrastruktur. Apalagi saat ini, satu-satunya pintu masuk ke perbukitan yang menghadap langsung ke Gunung Anak Krakatau itu adalah melalui Desa Bulok, dengan jarak tempuh yang relatif jauh.

Itulah sebabnya, untuk mewujudkan wisata agro itu, perbaikan jalan tembus langsung ke Tulang Empat sekarang sedang sibuk dikerjakan. Pertanyaannya kemudian, apakah pembangunan sarana infrastruktur itu akan menyelesaikan masalah dan menjadikan areal Bergen sebagai daerah tujuan wisata baru di Lampung akan tercapai? Analisis mendalam diperlukan untuk menyiapkan grand design wisata agro itu.

Pertama, masalah jarak tempuh. Target wisatawan harus dipetakan dengan jelas. Untuk dapat menggaet turis papan atas, maka jarak tempuh dari Bandara Raden Inten II Branti atau dari hotel-hotel berbintang di Bandar Lampung harus diperhitungkan dengan cermat. Maksudnya, apakah jarak tempuh yang cukup lama itu terbayar dengan semua yang ditawarkan di Bergen? Kalau target wisatawannya adalah turis domestik, maka jauhnya jarak tempuh ini harus diimbangi dengan tersedianya fasilitas yang spesifik, yang tidak ada di lokasi wisata yang lain, seperti pantai Pasir Putih, Danau Ranau atau Way Kambas.

Kedua, masalah perencanaan situs wisata Bergen. Perencanaan hanya berpegang pada satu modal dasar yaitu pemandangan pantai yang indah, menghadap langsung ke Gunung Anak Krakatau. Maka perencanaan sebaiknya mengakomodasi pengembangan wisata bahari dan pembangunan agro wisata yang berbasis penangkaran flora dan fauna. Kenapa? Panasnya pantai dan jauhnya jarak tempuh menuju lokasi ini hanya dapat diimbangi dengan keanekaragaman hayati dan "pencerahan untuk memaknai konsep go green secara lebih membumi". Kepenatan akan terbayar dengan kenikmatan untuk melihat semacam "kebun raya" di Bergen.

Apa kelemahan dari pantai Bergen ini? Pantai Bergen ini harus bersaing dengan pantai Pasir Putih di Lampung Selatan dan pantai-pantai diujung Banten, diseberang pantai Bergen. Lokasi wisata Bergen ini berhadapan langsung dengan pantai-pantai Banten yang menawarkan eksotisitas yang sama, yaitu pantai yang indah dengan pemandangan langsung ke Gunung Anak Krakatau, seperti Pantai Tanjung Lesung, Pantai Carita, Pantai Anyer, Pantai Karangbolong, Pantai Tanjung Layar Sawarna, Pantai Pulau Manuk dan Pantai Binuangeun.

Kedepalan pantai di Banten jarak tempuhnya relatif dekat dari Jakarta dan pengembangan wisata baharinya hanya bisa disaingi oleh Pantai Ancol di Jakarta. Maka pembangunan hotel, outbound dan tempat konvensi di pantai Bergen harus dikaji dengan cermat, sebelum Bergen mengalami kegagalan yang sama dengan pola pengembangan pantai Pelabuhan Ratu dengan dibangunnya Samudra Beach Hotel yang selalu merugi.

Apa keuntungan lokasi wisata Bergen ini? Satu-satunya keunggulan Bergen dibandingkan dengan daerah tujuan wisata lain di Lampung, seperti Pasir Putih, Danau Ranau dan Way Kambas adalah hamparan luas kebun Afdeling Kalianda. Kebun ini relatif mudah disandingkan dengan kebun buah-buahan, hortikultura, dan pertanian organik, mengingat kontur tanahnya yang subur.

Dengan konsep kebun terpadu yang memadukan tanaman keras, tanaman semusim dan pertanian organik, maka konsep go green dan bahaya global warming akan lebih mudah dicerna melalui "Kebun Raya Bergen". Kebun anggrek, tanaman obat, tanaman bumbu dapur dan buah-buahan serta sayur-sayuran disamping mendukung konsep edutainment, juga mendukung cash flow dari perusahaan (PTPN VII).

Jadi apa yang bisa membuat orang mau datang dengan susah payah, jauh-jauh berlelah-lelah dan mau menerima "apa adanya" (infrastruktur dan sarana akomodasi yang minim), untuk pergi ke Bergen? Sebaiknya tidak membangun hotel dan sarana konvensi yang ternyata sudah lebih dulu dibangun di pantai-pantai pesaing Bergen, yaitu kedelapan pantai di Banten.

Investasi besar ini hanya akan merugi seperti pengalaman pengembangan pantai Pelabuhan Ratu. Investasi harus juga menghitung ROI (return of investment). Dengan tingkat hunian hotel berbintang di Bandar Lampung yang hanya mencapai occupancy rate 60%, sulit mengharap wisatawan kelas atas untuk mau mampir ke Bergen. Maka satu-satunya pangsa pasar adalah wisatawan domestik dan mereka tidak membutuhkan hotel berbintang dan sarana konvensi. Modal dasarnya sudah dipunyai yaitu membangun semacam "kebun raya" di Bergen. Tinggal menjaring orang agar mau bermalam di Bergen.

Apa yang membuat turis domestik mau pergi jauh dan rela menerima fasilitas akomodasi yang kurang memadai? Wisata rohani. Orang mau pergi jauh ke lereng Gunung Muria untuk berziarah ke Sunan Muria. Begitu juga orang mau pergi jauh ke pelosok Muntilan hanya untuk berziarah ke Sendangsono.

Jadi, yang diperlukan untuk pengembangan agrowisata di Bergen adalah divestasi, bukan investasi. Divestasi berarti mengembangkan Afdeling Kalianda Unit Usaha Bergen menjadi semacam "kebun raya" yang dilengkapi dengan penangkaran flora dan fauna sehingga hasilnya bisa diuangkan dengan tunai, serta melengkapinya dengan sarana wisata rohani yang disertai dengan pembangunan "retreat house".

Pembangunan sarana kelengkapan wisata rohani tidak perlu didanai oleh PTPN VII karena setiap majelis agama yang ada dengan senang hati akan membangun sarana ibadah dan rumah retretnya (retreat house-nya), asalkan pemeliharaan selanjutnya menjadi tanggung jawab PTPN VII.

Apakah ada contoh yang bisa ditiru? Membangun sarana ibadah tanpa biaya? Ada. Lokasi Taman Wisata Iman di Sidikalang, Sumatera Utara dimana setiap agama membangun bangunan ibadah yang cantik lengkap dengan rumah pembinaannya, sehingga orang dapat bermalam dan sekaligus menikmati wisata kuliner khas Sidikalang.

Maka usulan saya, setelah melihat lokasi Afdeling Kalianda Unit Usaha Bergen adalah mengembangkannya menjadi wisata alam berbasis "kebun raya" dan melengkapinya dengan menjadikannya daerah tujuan wisata rohani baru di Sumatera. Dengan demikian, melalui divestasi (bukan investasi), sekali rengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui.

Melalui divestasi PTPN VII, kita akan melihat hal yang sangat spesifik di Bergen, wisata alam berbasis "kebun raya" yang disuguhi keindahan pantai Bergen yang menghadap langsung ke Gunung Anak Krakatau, yang memudahkan orang untuk mensyukuri nikmat Allah melalui wisata rohani, dimana orang "terpaksa" harus bermalam, sambil menikmati kuliner khas Lampung dimana kita bisa menikmati penganan Palembang, Lampung, Jawa, Jawa, Bali dan Padang.

Senin, 29 Maret 2010

ASURANSI UMUM DAN PERTANIAN BERKELANJUTAN


Marketing yang belum tergarap oleh sektor asuransi: Pertanian
Alasan tak tergarap: analisis resiko

Pendekatan dan praktek pertanian konvensional yang dilaksanakan di negara kita merupakan praktek pertanian yang tidak mengikuti prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Setelah sekitar 50 tahun kita menerapkan dan mengembangkan pertanian konvensional, sederetan daftar panjang dampak negatif telah dilaporkan dan dikemukakan oleh berbagai lembaga, peneliti dan perseorangan pada aras internasional, nasional dan lokal. Berbagai dampak ekologi, ekonomi, sosial, budaya dan kesehatan masyarakat semakin meragukan masyarakat dunia akan keberlanjutan ekosistem pertanian dalam menopang kehidupan manusia pada masa mendatang.

Pertanian konvensional dilandasi oleh pendekatan industrial dengan orientasi pertanian agribisnis skala besar, padat modal, padat inovasi teknologi, penanaman benih/varietas tanaman unggul secara seragam, serta ketergantungan pada masukan produksi dari luar negeri yang boros energi tak terbarukan, termasuk penggunaan berbagai jenis agrokimia (pupuk dan pestisida) dan mesin-mesin pertanian.

Pendekatan pragmatis peningkatan produksi pangan jangka pendek cenderung mendorong dan meningkatkan praktek pengurasan dan eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran dan terus menerus sehingga mengakibatkan semakin menurunnya daya dukung lingkungan pertanian dalam menyangga kegiatan-kegiatan pertanian.

Memang penerapan pertanian konvensional pada tahap-tahap awal mampu meningkatkan produktivitas pertanian dan pangan secara nyata, namun kemudian efisiensi produksi semakin menurun karena berbagai efek samping yang merugikan. Beberapa efek samping pendekatan dan penerapan pertanian konvensional antara lain :
- Peningkatan erosi permukaan, banjir dan tanah longsor;
- Penurunan kesuburan tanah;
- Kehilangan bahan organik tanah;
- Salinasi air tanah dan irigasi serta sedimentasi tanah
- Peningkatan pencemaran air dan tanah akibat pupuk kimia, pestisida, limbah domestik
- Residu pestisida dan bahan-bahan berbahaya lain di lingkungan dan makanan yang mengancam kesehatan masyarakat dan penolakan pasar.
- Pemerosotan keanekaragaman hayati pertanian, hilangnya kearifan tradisional dan budaya tanaman lokal.
- Kontribusi dalam pemanasan global
- Peningkatan pengangguran
- Penurunan lapangan kerja, peningkatan kesenjangan sosial dan jumlah petani gurem di pedesaan
- Ketergantungan petani pada pemerintah dan perusahaan/industri agrokimia

Minimalisasi Resiko
Sadar akan efek samping pertanian konvensional, masyarakat lingkungan global sudah lama menyepakati penerapan dan pengembangan konsep pertanian berkelanjutan sebagai realisasi dari pembangunan berkelanjutan pada sektor pertanian dan pangan melalui Chapter 14 Agenda 21 berjudul Promoting Sustainable Agriculture and Rural Development (SARD) yang merupakan agenda berbagai program aksi pembangunan berkelanjutan yang disepakati oleh para pemimpin dunia di KTT Bumi Rio de Janeiro tahun 1992.

Agenda 21 merinci berbagai konsep dan program aksi pertanian berkelanjutan yang perlu dilaksanakan oleh semua negara. Menurut Agenda 21, konsep pertanian berkelanjutan merupakan konsep yang multi dimensional termasuk didalamnya pencapaian tujuan ekologi, sosial dan ekonomi. Pertama, penguatan kelayakan dan kehidupan ekonomi di pedesaan merupakan dasar untuk penyediaan cara-cara untuk mempertahankan fungsi sosial dan lingkungan mereka. Kedua, menjaga kualitas lingkungan juga merupakan prasyarat yang diperlukan bagi pengembangan potensi ekonomi jangka panjang di pedesaan. Ketiga, integritas ekologi dan nilai lanskap pedesaan yang menjadikan daerah pedesaan sebagai kawasan wisata dan tempat hidup yang tenang dan menyenangkan sehingga dapat menarik investor untuk menanamkan modal.


Lalu dimana peran asuransi umum dalam Agenda 21 ini?
Pertama, dalam kerangka penguatan kelayakan dan kehidupan ekonomi di pedesaan, asuransi umum hendaknya dipromosikan sebagai bentuk baru dari program "solidaritas sosial" yang dimasa lalu terbukti efektif mendongkrak ekonomi rakyat. "Solidaritas sosial" adalah model penguatan kelayakan dan kehidupan ekonomi khas Indonesia, dimana semua stakeholders setuju untuk menyisihkan sedikit dari apa yang dimilikinya untuk kepentingan bersama. Uang yang dikumpulkan sedikit demi sedikit ini merupakan modal awal untuk memulai usaha bersama (dalam hal ini untuk membeli polis asuransi umum).

Kedua, untuk menjaga kualitas lingkungan, maka asuransi umum dapat diajukan sebagai program reduksi Karbon dan biaya lingkungan yang harus dikeluarkan perusahaan pertanian, perkebunan dan kehutanan. Prinsip "mereka yang menggunakan lebih, harus membayar lebih" harus diterapkan secara ketat sesuai dengan adagium "Poluters pay more" - pihak-pihak yang menggunakan bahan-bahan energi tak terbarukan harus membayar premi asuransi umum demi untuk menjaga kualitas lingkungan dan program udara bersih.

Ketiga, sebagai penjaga integritas ekologi dan nilai lanskap pedesaan, maka program asuransi umum yang lazim dikenal seperti asuransi banjir, asuransi kebakaran atau asuransi pencurian dan perampokan dll dapat lebih disosialisasikan dengan bahasa yang lebih merakyat.

Asuransi Umum dan Pemberdayaan Petani
Tentang program pemberdayaan petani, Agenda 21 membuat bab khusus yaitu Chapter 32 dengan judul Strengthening the Role of Farmers dimana disebutkan petani melalui berbagai organisasi swadaya petani menuntut agar mereka ikut serta dalam setiap pengambilan keputusan tentang bagaimana tanaman pangan dibudi-dayakan, diolah, diperdagangkan dan bagaimana manfaat yang diperoleh dari sistem pangan dunia, nasional dan lokal dapat dibagikan secara adil. Pemerintah dan pihak-pihak lain termasuk swasta dan perguruan tinggi perlu membantu dan memfasilitasi usaha-usaha untuk mendorong kemandirian petani dan kelompok tani dengan metode pendidikan dan pelatihan petani yang efektif. Disinilah asuransi umum dapat lebih berperan dalam sistim penjaminan bagi pola terpadu seperti subak di Bali, nagari di Sumatra Barat, atau ngunduh di Jawa.

Dengan sistim penjaminan bila terjadi gagal panen force majeur, maka asuransi umum dapat lebih berperan dalam upaya peningkatan kualitas hidup petani seperti yang diamanatkan oleh Chapter 32 itu. Sebab sebagai bagian integral dari sistim penjaminan itu, peran asuransi umum menjadi lebih luas dari BPR dan Perum Pegadaian karena asuransi umum juga memfasilitasi usaha-usaha untuk mendorong kemandirian petani dan kelompok tani melalui penyadaran akan hak dan kewajiban para pemegang polisnya.

Asuransi Umum dan Ketahanan Pangan
Hujan yang mengguyur seluruh wilayah Indonesia selama ini mengakibatkan bencana dimana-mana. Masih belum sirna bencana banjir dari hadapan mata, La Nina diperkirakan bakal mengancam produksi beras nasional. Masalah utama produksi beras nasional bukan sekedar persoalan basah dan kering, atau banjir dan kekeringan. Lebih dari itu adalah ketahanan pangan bangsa ini. Meski berbagai persoalan melanda produksi beras nasional, namun menurut angka ramalan III Biro Pusat Statistik, produksi GKG (gabah kering giling) tahun 2007 mencapai 57,05 juta ton. Rincian analisis resiko telah dipaparkan oleh Mentan Anton Apriyantono di Harian Kompas tanggal 4 Januari 2008 sehingga prospek asuransi umum dalam bidang pertanian terbuka lebar.

Sedangkan Direktur Jenderal Pemasaran Hasil Pertanian, Djoko Said Damarjati menjelaskan, pemerintah saat ini tengah menjalankan gerakan penanganan pasca panen dan pemasaran hasil pertanian. Apabila gerakan itu mampu menghemat potensi kehilangan hasil hingga 2,5 persen dari total potensi kehilangan hasil sepanjang panen sebesar 20,4 persen, akan ada tambahan produksi GKG sebanyak 1,4 juta ton atau setara 2 ons untuk setiap penduduk Indonesia. Bulog sebagai ujung tombak stabilisasi harga dan ketahanan pangan tidak bisa hanya berpangku tangan. Karena itu, Bulog harus jeli mengantisipasi kemungkinan terjadinya gejolak ekonomi, sosial dan politik akibat lonjakan harga beras nanti. Untuk itulah, asuransi umum dapat berperan aktif dalam menjaga ketahanan pangan nasional, melalui minimalisasi resiko.

Pernyataan politis pemerintah ini tentu bukan basa basi. Apalagi tahun 2008 ini dekat dengan Pemilu. Pemerintah tentu tidak akan menarik ucapannya karena bisa membuat kepercayaan publik menurun, dan ini tidak menguntungkan posisi politik penguasa. Jadi bisnis asuransi cukup terbuka untuk sektor agribisnis dan agro-industri.

Asuransi Umum dan Program Penanggulangan Kemiskinan
Masyarakat petani dan nelayan yang miskin sudah tentu tidak bankable. Maka sistim personal guarantee yang terbukti sukses diterapkan oleh Grameen Bank di Bangladesh dapat diadopsi di sini. Sistim ini juga sudah disosialisasikan oleh Bung Hatta, Bapak Koperasi Indonesia, melalui pemasyarakatan gerakan koperasi di Indonesia. Sayangnya, gerakan yang bertumbuh dari bawah ini, sekarang dibuat menjadi top down dengan pendirian Departemen Koperasi dan UKM.

Untuk mengatasi masalah kemiskinan struktural ini, maka asurasi umum dapat berperan dalam mengurangi dampak fluktuasi harga komoditi pertanian (meminimalisir resiko) seperti yang diatur dalam operasional Lembaga Keuangan Bukan Bank, yang dibutuhkan adalah personal guarantee atau group guarantee sehingga kendala "tidak bankable" dapat diterobos. Dengan demikian, masyarakat petani dan nelayan yang "tidak bankable" dapat tetap mempunyai akses modal dan pemasaran.

Menurut Peter F.Drucker: Approach problems with your ignorance, not your experience (Pecahkan masalah dengan apa yang anda abaikan, bukan dengan pengalaman anda) dan If you keep doing what worked in the past, You're going to fall (bila kita tetap bekerja menurut rutinitas, maka bersiaplah untuk gagal) - asuransi umum harus dapat berfungsi dengan personal guarantee, tanpa itu sumbangannya dalam pengentasan kemiskinan akan sangat minimal.

ARTIKEL INI TELAH DIMUAT DI TABLOID INSPIRASI, VOL.2, NO.27, 25 AGUSTUS 2011 HALAMAN 6-7

Beratnya Menyosialisasikan "Earth Hour"


Sabtu malam minggu, tanggal 27 Maret 2010, pukul 20.30-21.30, ”Earth Hour” kembali diadakan untuk kedua kalinya di Jakarta. Ini adalah simbol dan bentuk kepedulian masyarakat terhadap penanggulangan perubahan iklim, terutama melalui upaya penghematan energi dari penggunaan listrik
Masyarakat bumi selama satu jam diajak mematikan lampu di luar gedung atau rumah serta peralatan listrik dan lampu lainnya yang tidak digunakan.
Sekecil apa pun kontribusi yang bisa dilakukan, akan memberikan perubahan yang positif bagi ketahanan energi, pembangunan ekonomi, serta kelangsungan hidup di bumi. Ajakan mulia ini kurang memanfaatkan sarana publik untuk kampanyenya sehingga kurang tersosialisasi dengan baik (http://www.earthhour.wwf.or.id/news_detail.php?id=193)

Oleh sebab itu, penulis menggunakan poster dan leaflet yang dirancang sendiri, yang disebarkan kepada para siswa di lingkup Yayasan Keluarga Bunda (TK Maria Yasintha, SD Maria Fransiska, SMP Pax Ecclesia dan SMA Pax Patriae Bekasi). Mengapa disebarkan kepada para siswa? Karena penulis mengharapkan timbulnya efek bola salju (snow ball effect), para siswa bisa mengkomunikasikannya kepada siswa-siswa dari lain sekolah, kepada orang tuanya, kepada sanak saudaranya sehingga gema kampanye akan melebar ke lingkungan yang lebih luas.

Sebagai bahan evaluasi, pada hari Senin, tanggal 29 Maret 2010, penulis mengedarkan kuesioner untuk mengecek : apakah mereka menonton sinetron pada pk. 20.30 atau main game atau mendengarkan radio atau jalan-jalan ke mal, ke restoran atau ke bioskop?
Hasilnya, ternyata tidak banyak orang yang berpartisipasi dalam Earth Hour. Kenapa? Dari kuesioner terungkap, bahwa mereka tidak tahu apa yang mesti dikerjakan ketika lampu padam selama 1 jam – apa yang harus dilakukan selama dalam kegelapan? Maka untuk kampanye tahun depan, harus dipikirkan kegiatan alternatif agar masyarakat tidak bengong selama lampu padam yang cukup lama itu